Abstrak
Produksi tomat (Solanum lycopersicum L. 1753) di Benin Selatan menghadapi tantangan yang signifikan selama masa nonmusim tanam terutama karena adanya Virus Keriting Daun Kuning Tomat (TYLCV) yang ditularkan oleh lalat buah (Bemisia tabaci). Studi ini menyelidiki dampak dari empat tanggal tanam yang berbeda terhadap insidensi TYLCV dan produktivitas tiga varietas tomat (PADMA, PLATINUM, dan TOUNVI) selama masa nonmusim tanam di Benin Selatan. Percobaan dilakukan selama dua periode nonmusim tanam (2018–2019 dan 2019–2020) di stasiun Agonkanmey, dengan tanggal tanam pada bulan November, Desember, Januari, dan Februari. Kondisi iklim selama penelitian dicirikan oleh curah hujan yang rendah (<140 mm) dan kelembaban relatif yang tinggi (hingga 100%). Tingkat keparahan TYLCV bervariasi secara signifikan di antara tanggal tanam dan varietas, dengan tingkat keparahan tertinggi diamati pada tanam Desember dan Januari, sedangkan tanam November dan Februari menunjukkan tingkat keparahan yang lebih rendah. Parameter pertumbuhan, termasuk tinggi tanaman dan jumlah cabang, dipengaruhi secara signifikan oleh tanggal penanaman dan varietas, dengan pertumbuhan yang lebih baik diamati pada bulan November dan Februari. Tanggal penanaman bulan Desember dan Januari menghasilkan pertumbuhan yang lebih buruk dan hasil panen yang lebih rendah di semua varietas. Analisis hasil panen menunjukkan bahwa varietas PADMA dan TOUNVI tumbuh paling baik ketika ditanam pada bulan Februari, dengan hasil panen hingga 7,46 t/ha untuk TOUNVI pada musim 2019–2020. Studi ini menyimpulkan bahwa penanaman strategis pada bulan November dan Februari dapat mengoptimalkan hasil panen tomat dan meminimalkan dampak TYLCV, yang menunjukkan bahwa penjadwalan tanggal penanaman yang tepat dapat meningkatkan ketersediaan tomat dan mengurangi kebutuhan impor selama musim sepi.
1 PENDAHULUAN
Tomat (Solanum lycopersicum L. 1753) merupakan salah satu sayuran yang paling banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di seluruh dunia, tidak hanya bernilai ekonomis tetapi juga karena manfaat nutrisinya. Kaya akan vitamin, mineral, dan antioksidan, tomat berperan penting dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit. Tomat merupakan makanan pokok dalam banyak pola makan di seluruh dunia dan merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi petani. Di Benin, tomat merupakan komponen penting dari pola makan lokal dan produk pertanian utama, yang menyediakan mata pencaharian bagi banyak petani kecil dan berkontribusi terhadap ketahanan pangan (Dube et al., 2020).
Namun, selama beberapa dekade, produksi tomat di Benin selatan menghadapi tantangan yang signifikan, terutama dari hama udara seperti lalat putih (Bemisia tabaci). Hama ini merupakan vektor utama dari Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV), yang sangat memengaruhi tanaman tomat yang menyebabkan kerugian hasil panen yang besar (T. A. Houndété et al., 2010; Perez et al., 2017). Kondisi yang cukup air di Benin selatan memungkinkan penanaman tomat dua hingga tiga kali setahun, yang disesuaikan dengan musim hujan utama (Mei hingga Agustus), musim hujan pendek (September hingga November), dan/atau di luar musim (November/Desember hingga April).
Meskipun kondisi pertumbuhannya menguntungkan, produksi tomat di Benin selatan menghadapi defisit yang parah selama di luar musim, khususnya dari Desember hingga Mei. Selama periode ini, produksi tomat sering kali sangat rendah atau hampir tidak ada, terlepas dari varietas tomat atau sistem tanam yang digunakan (Aisso et al., 2016; Assogba et al., 2013). Beberapa faktor berkontribusi terhadap defisit ini, termasuk kondisi iklim yang buruk, seperti suhu yang tinggi dan kelembapan relatif yang tinggi (Mensah et al., 2016) serta tekanan kuat dari populasi lalat putih yang memperburuk penyebaran TYLCV (Perez et al., 2017). Akibatnya, Benin tetap bergantung pada negara-negara tetangga, seperti Burkina Faso di utara dan Nigeria di selatan, untuk persediaan tomat selama musim sepi.
Meskipun beberapa penelitian di wilayah lain telah meneliti pengaruh tanggal tanam dan tanam pada insiden TYLCV dan dinamika vektor, penelitian serupa di Benin selatan terbatas. Khususnya, N’Zi et al. (2019) berupaya mengevaluasi pengaruh parameter iklim pada dinamika populasi vektor TYLCV, khususnya lalat putih (Bemisia tabaci Genn.), pada enam tanggal tanam yang berbeda.
Namun, di Benin selatan, terdapat kelangkaan penelitian yang difokuskan pada dampak tanggal tanam dan tanam pada insiden TYLCV dan produktivitas tomat secara keseluruhan. Penelitian ini berupaya mengisi kesenjangan ini dengan menganalisis dampak dari empat tanggal tanam dan tanam yang berbeda pada insiden TYLCV dan produktivitas tomat selama musim sepi di Benin selatan. Dengan mengatasi masalah kritis ini, penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang dapat membantu mengurangi kekurangan tomat dan meningkatkan praktik produksi lokal.
2 BAHAN DAN METODE
2.1 Lokasi dan peralatan
Penelitian dilakukan di lokasi percobaan Program Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Pertanian Hortikultura (CRA-H) Institut Penelitian Pertanian Nasional Benin (INRAB) di Agonkanmey selama periode di luar musim tanam tahun 2018/2019 dan 2019/2020.
Bahan tanaman yang digunakan terdiri dari tiga varietas tomat determinan yang rentan terhadap TYLCV, varietas hibrida PADMA dan PLATINUM, yang dikenal karena toleransinya terhadap penyakit layu bakteri, dan varietas lokal TOUNVI (Gambar 1).
2.2 Pendekatan eksperimental
Dua uji coba dilakukan: yang pertama dari Oktober 2018 hingga Mei 2019 dan uji coba kedua dari Oktober 2019 hingga Mei 2020 di lokasi percobaan. Empat tanggal penanaman dibandingkan selama dua periode uji coba
Untuk setiap tanggal penanaman, digunakan rancangan blok lengkap acak dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Setiap perlakuan (varietas) ditanam pada petak-petak dasar seluas 24 m2 (5 m × 4,8 m). Bibit berumur tiga minggu (berumur 21 hari) ditanam pada enam baris yang masing-masing terdiri dari 10 tanaman per petak (Gambar 2). Jarak tanam yang diamati adalah 50 cm antar tanaman dalam baris yang sama dan 80 cm antar baris, sehingga menghasilkan kepadatan 25.000 tanaman/ha. Pemupukan organik dilakukan menggunakan kotoran unggas dengan takaran 10 t/ha 1 minggu setelah penanaman (WAT). Campuran pupuk mineral (N-P-K 14:23:14 + 5S 1B) diaplikasikan pada tingkat 200 kg/ha pada WAT kedua dan campuran urea (46% N) dan kalium sulfat (50% K2O) diaplikasikan pada WAT keempat dan keenam pada 100 kg/ha untuk setiap jenis pupuk. Irigasi diberikan setiap hari melalui sistem yang terhubung. Tanaman disiram dua kali sehari selama periode penelitian. Penyiangan manual dilakukan seperlunya untuk menjaga integritas plot.
2.3 Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan meliputi: parameter iklim, insiden TYLCV, dan kinerja agronomi berbagai varietas tomat.
2.3.1 Parameter iklim
Data iklim seperti kelembaban relatif, suhu, dan curah hujan dicatat. Curah hujan diukur menggunakan alat pengukur hujan. Kelembaban relatif diukur dengan alat pengukur kelembaban (Gambar 3a) dan data suhu dicatat menggunakan pencatat data (Gambar 3b).
2.3.2 Insidensi TYLCV
Insidensi TYLCV dinilai melalui pengamatan langsung terhadap semua tanaman di setiap plot mengikuti skala Lapidot dan Friedmann (2002) dengan lima level. (Gambar 4);
−0 = Tidak ada gejala;
−1 = Gejala TYLCV sangat sedikit;
−2 = Gejala sedikit, tetapi tanaman memiliki perkembangan vegetatif yang dapat diterima dan dapat menghasilkan beberapa buah;
−3 = Gejala TYLCV yang jelas (tanaman sedikit kerdil, daun melengkung ke atas, dan daun sedikit menguning);
−4 = Gejala TYLCV yang parah (tanaman benar-benar kerdil, daun kecil).
2.3.3 Kinerja agronomi
Data agronomi mencakup parameter pertumbuhan, perkembangan, dan hasil.
−Tinggi tanaman dan jumlah cabang: Hal ini diamati pada 16 tanaman per petak, 4 tanaman per baris, dan empat baris setiap 7 hari sejak WAT kedua.
−50% tanggal berbunga dan 50% tanggal berbuah: Tanaman dinilai berdasarkan tahap berbunga dan berbuah, dengan kunjungan ke lahan dilakukan dua atau tiga kali seminggu sejak munculnya bunga dan buah pertama hingga 50% tanaman berbunga atau berbuah.
−Jumlah bunga dan jumlah buah per tandan: Bunga dan buah dihitung pada tandan kedua dan ketiga per tanaman (Gambar 5a,b). Pengamatan dilakukan pada 16 tanaman per petak.
−Evaluasi hasil: Buah yang tidak dapat dipasarkan dan yang dapat dipasarkan ditimbang per tanaman pada setiap panen, dan total hasil per tanaman dihitung mengikuti persamaan.
2.4 Jadwal panen
Hasil panen didokumentasikan untuk memahami dampak tanggal penanaman pada ketersediaan tomat selama musim sepi. Untuk tanggal penanaman pertama (November), panen awal terjadi pada hari ke-64 dan panen terakhir pada hari ke-97 setelah penanaman, sehingga menghasilkan durasi panen rata-rata 33 hari. Untuk tanggal penanaman kedua (Desember), panen awal terjadi pada hari ke-69 dan panen terakhir pada hari ke-86 setelah penanaman, dengan durasi panen rata-rata 17 hari. Penanaman pada bulan Januari menghasilkan panen pertama pada hari ke-77 dan terakhir pada hari ke-90, sehingga menghasilkan durasi panen rata-rata 13 hari. Terakhir, penanaman pada bulan Februari menghasilkan panen pertama pada hari ke-76 dan terakhir pada hari ke-99 setelah penanaman, sehingga menghasilkan durasi panen rata-rata 23 hari. Data ini menggambarkan bahwa ketersediaan tomat segar berlangsung selama periode rata-rata 86 hari. Namun, kekurangan terlihat dari bulan Januari hingga Mei. Informasi waktu ini penting untuk menilai dampak tanggal penanaman pada ketersediaan tomat dan menyusun strategi untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan pendapatan bagi petani selama musim sepi.
2.5 Analisis data
Analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak R versi 3.5.1 (Tim Inti R, 2019). Data tingkat keparahan TYLCV dianalisis berdasarkan rata-rata tertimbang setelah mengkodekan tingkat keparahan.
3 HASIL
3.1 Pengaruh tanggal penanaman pada insidensi TYLCV dan produktivitas tiga varietas tomat selama masa nonmusim di Benin selatan
3.1.1 Kondisi iklim yang tercatat selama periode penelitian
Variasi iklim dalam curah hujan, kelembaban relatif (minimum dan maksimum) dan suhu (minimum dan maksimum) yang tercatat selama dua periode nonmusim
3 Efek tanggal penanaman pada parameter pertumbuhan dan perkembangan
3.3.1 Efek tanggal penanaman pada parameter pertumbuhan
Analisis variasi efek tanggal penanaman pada parameter pertumbuhan (tinggi dan jumlah cabang )
3.3.2 Pengaruh tanggal tanam terhadap parameter perkembangan
Selain terhadap pertumbuhan tanaman tomat, pengaruh tanggal tanam juga mempengaruhi perkembangan varietas tomat.
3.4 Efek tanggal tanam pada hasil dan ketersediaan tomat
3.4.1 Efek tanggal tanam pada hasil tomat
Efek tanggal tanam pada hasil tomat signifikan secara statistik (p < 0,05) pada hasil untuk semua varietas. Variasi hasil diamati antara tanggal tanam yang berbeda, dengan perbedaan yang nyata dalam produktivitas. Musim tanam pertama (2018–2019) November terbukti menjadi tanggal tanam paling produktif, menghasilkan rata-rata tertinggi per tanaman. Secara khusus, varietas PADMA mencapai hasil 2,08 t/ha. Varietas PLATINUM menyusul dengan hasil rata-rata 2,45 t/ha. Varietas TOUNVI mencatat hasil terendah 1,48 t/ha untuk tanggal tanam ini. Tanggal tanam Desember dan Januari menghasilkan hasil minimal atau tidak ada sama sekali di semua varietas. Penanaman Februari menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan Desember dan Januari tetapi tidak sesuai dengan hasil November. Varietas PADMA menghasilkan rata-rata hasil panen sebesar 1,49 t/ha, sementara PLATINUM dan TOUNVI masing-masing mencatat 0,93 dan 0,51 t/ha. Musim tanam kedua (2019–2020) Februari muncul sebagai tanggal penanaman yang paling produktif. Untuk periode ini, varietas TOUNVI unggul dengan hasil panen sebesar 7,46 t/ha, melampaui hasil panen November sebesar 0,99 t/ha, hasil panen Desember sebesar 0,02 t/ha, dan hasil panen Januari sebesar 0,59 t/ha. Varietas PADMA juga menunjukkan hasil panen yang lebih baik, dengan rata-rata 7,01 t/ha pada bulan Februari dibandingkan dengan hasil panen yang lebih rendah pada bulan November (6,62 t/ha), Desember (0,05 t/ha), dan Januari (0,32 t/ha). Varietas PLATINUM menghasilkan 6,18 t/ha pada bulan Februari tetapi menunjukkan kinerja yang lebih rendah pada bulan Desember (0,04 t/ha), Januari (0,67 t/ha), dan November (4,52 t/ha). 3.4.2 Pengaruh tanggal tanam pada ketersediaan tomat selama musim sepi di Benin selatan Hasil panen menunjukkan variasi durasi panen tergantung pada tanggal tanam (Gambar 18). Durasi panen rata-rata adalah 33 hari untuk tanggal tanam November, 17 hari untuk Desember, 13 hari untuk Januari, dan 23 hari untuk Februari. Variabilitas waktu panen ini menunjukkan bahwa ketersediaan tomat segar tersebar selama periode rata-rata 86 hari. Meskipun demikian, kekurangan tomat yang signifikan terjadi dari Januari hingga Mei. Menyelaraskan jadwal produksi di antara petani dapat mengurangi kekurangan ini dengan mengurangi impor dan berpotensi meningkatkan pendapatan petani selama musim sepi 4 DISKUSI 4.1 Pengaruh tanggal penanaman pada tingkat keparahan infeksi virus selama musim sepi di Benin selatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggal penanaman berdampak signifikan pada tingkat keparahan infeksi TYLCV, dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi diamati pada bulan Desember dan Januari dibandingkan dengan bulan November dan Februari. Peningkatan tingkat keparahan ini kemungkinan terkait dengan prevalensi lalat putih (Srinivasan et al., 2012). Analisis data iklim mengungkapkan bahwa bulan Desember dan Januari mengalami suhu tinggi, peningkatan kelembapan relatif maksimum, dan kondisi curah hujan minimal yang mendukung perkembangbiakan lalat putih dan memperburuk TYLCV. Pengamatan ini sejalan dengan gagasan bahwa suhu tinggi dan kelembapan relatif mendukung perkembangan lalat putih dan penularan virus. Data iklim yang dikumpulkan sejalan dengan penelitian N’zi et al. (2019), yang menunjukkan bahwa parameter iklim memengaruhi jumlah Bemisia tabaci pada tomat. Banjo (2010) menekankan bahwa kondisi iklim seperti suhu, curah hujan, dan kelembapan relatif sangat penting dalam mengatur populasi serangga di wilayah tropis. Dampak kondisi iklim ini terhadap tingkat keparahan TYLCV didukung lebih lanjut oleh pengamatan dari Singh et al. (2015), Anitha dan Nandihalli (2008), dan Shivanna et al. (2011), yang menemukan bahwa curah hujan sedang yang disertai suhu tinggi dapat meningkatkan populasi lalat putih dan kejadian penyakit. Sebaliknya, tingkat keparahan penyakit yang lebih rendah selama bulan November dan Februari dapat dikaitkan dengan adanya hujan terakhir pada musim hujan pendek di bulan November dan hujan awal di bulan Februari. Meningkatnya curah hujan selama bulan-bulan ini kemungkinan mengurangi populasi lalat putih dan tekanan penyakit, konsisten dengan temuan dari N’zi et al. (2019). Selain itu, periode ini dicirikan oleh variasi suhu yang tidak terlalu ekstrem, yang dapat berkontribusi pada berkurangnya tingkat keparahan TYLCV. Paris et al. (1993) juga mencatat bahwa lalat putih kurang lazim pada tanaman dengan kelembaban tanah yang lebih tinggi, mendukung gagasan bahwa curah hujan yang cukup selama periode ini mengurangi tingkat keparahan penyakit. 4.2 Efek tanggal penanaman pada parameter pertumbuhan dan perkembangan Tanaman tomat yang ditanam pada bulan Desember dan Januari menunjukkan pertumbuhan kerdil yang signifikan akibat TYLCV, sedangkan tanaman yang ditanam pada bulan November dan Februari menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dalam hal tinggi dan jumlah cabang, terlepas dari varietasnya. Bulan November dan Februari juga mencatat tanggal berbuah 50% terpendek secara keseluruhan dan tingkat pembentukan buah terendah. TYLCV adalah penyakit yang ditularkan oleh kutu kebul (Bemisia tabaci) yang berdampak parah pada perkembangan tanaman tomat, yang menyebabkan ukuran daun berkurang, daun melengkung ke atas, retardasi pertumbuhan parah, dan klorosis (Lapidot & Friedmann, 2002). Infeksi dini dapat menyebabkan kerdil yang parah, bunga rontok, dan penghentian produksi buah (Al-ani et al., 2011). Bibit yang ditanam pada bulan Desember dan Januari berasal dari penanaman sebelumnya yang telah mengalami suhu tinggi, yang dapat memperburuk kerentanannya terhadap TYLCV. Pertumbuhan tanaman yang optimal terjadi ketika suhu maksimum harian melebihi suhu minimum setidaknya 10°C, meskipun suhu maksimum tidak boleh melebihi 30°C (Wybrecht et al., 2002). Data iklim dari periode penelitian menunjukkan suhu siang hari maksimum antara 30 dan 35°C dan suhu minimum (malam hari) antara 23 dan 26°C, yang berada di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan tomat. Perbedaan suhu yang diamati pada bulan Desember dan Januari kemungkinan berkontribusi terhadap gugurnya bunga dan rendahnya tingkat pembentukan buah, yang menjelaskan keterlambatan signifikan antara tanggal pembungaan dan pembuahan sebesar 50%. 4.3 Efek tanggal penanaman pada hasil tomat di luar musim Hasil yang diperoleh dari berbagai tanggal penanaman umumnya lebih rendah dari rata-rata nasional (8 t/ha) dan potensi hasil varietas yang diteliti TOUNVI (>25 t/ha), PADMA (>30 t/ha), dan PLATINUM (>35 t/ha) selama musim hujan (Assogba Komlan et al., 2016). Hasil rendah yang diamati ini dapat dikaitkan dengan suhu tinggi yang diamati selama bulan Desember dan Januari, yang melebihi kisaran suhu optimal untuk produksi tomat. Tomat tumbuh subur pada perbedaan suhu 6–7°C antara suhu siang dan malam (Leener & Dupriez, 1987), tetapi suhu selama bulan-bulan ini lebih dari 10°C. Selain itu, tingkat kelembaban relatif yang tinggi (85%–96%) selama periode ini semakin memengaruhi hasil.
Sebaliknya, hasil yang lebih tinggi diamati pada tanggal penanaman bulan November dan Februari yang sejalan dengan temuan dari Ahammad et al. (2009) dan Islam et al. (2010), yang melaporkan efek serupa dari lima tanggal penanaman pada hasil panen.
Hasil serupa juga dicatat oleh Singh et al. (2015) dalam kondisi Bangladesh, di mana mereka menggabungkan efek tanggal penanaman dengan praktik pemupukan.
Hasil ini menggarisbawahi tantangan produksi tomat di luar musim di Benin selatan, di mana tekanan lalat putih yang tinggi dan kondisi iklim yang buruk menghambat produksi. Sebagai perbandingan, Benin utara dan Burkina Faso, yang dicirikan oleh iklim yang lebih panas tetapi lebih kering, mengalami hasil panen yang lebih baik karena variasi suhu yang lebih menguntungkan. Data menunjukkan bahwa tanggal penanaman awal (November) dan akhir (Februari) dapat mengurangi keparahan TYLCV dan meningkatkan hasil panen dibandingkan dengan penanaman pertengahan musim (Desember dan Januari). Keparahan TYLCV yang tinggi dan hasil panen yang rendah selama bulan-bulan ini menyoroti perlunya varietas yang tahan dan strategi pengelolaan hama yang efektif, seperti yang ditekankan oleh Perez et al. (2017) dan T. Houndété (2010). Lebih jauh, Egesi et al. (2007) dan Hossain et al. (2014) menggambarkan pengaruh signifikan tanggal penanaman pada tingkat keparahan penyakit dan variasi hasil.
5 KESIMPULAN
Penelitian ini menyoroti tantangan dalam memproduksi tomat selama musim sepi di Benin selatan, terutama karena TYLCV dan kondisi iklim yang tidak menguntungkan. Ditemukan bahwa tanggal penanaman pada bulan November dan Februari menghasilkan hasil panen yang lebih tinggi dan tingkat keparahan TYLCV yang berkurang, sementara penanaman pada bulan Desember dan Januari dikaitkan dengan hasil panen yang lebih rendah dan dampak TYLCV yang lebih besar. Tingkat keparahan TYLCV paling menonjol pada varietas TOUNVI lokal, diikuti oleh PADMA dan PLATINUM. Selain pengaruh TYLCV, selama apa yang disebut musim sepi, suhu tinggi dan kelembapan relatif selama musim sepi berdampak negatif pada pembungaan, pembentukan buah, dan hasil panen secara keseluruhan. Di semua tanggal dan varietas penanaman, tingkat hasil panen berada di bawah potensi, yang menunjukkan perlunya strategi pengelolaan yang lebih baik. Untuk meningkatkan produksi tomat di luar musim di Benin selatan, mengadopsi varietas toleran TYLCV atau menerapkan sistem budidaya terlindung intensif dapat mengurangi tantangan ini dan memastikan ketersediaan tomat.
Leave a Reply